Friday, January 31, 2014

Week V: Pulang

Senin pagi pagi saya pulang menuju kampung halaman dengan menggunakan pesawat. Berita wafatnya kakek saya sehari sebelumnya membuat saya memutuskan untuk pulang lagi walaupun oleh Ibu diperbolehkan untuk tidak pulang. Tapi jelas hati saya tidak tenang kalau tidak pulang. Salah satu orang yang saya cintai meninggalkan dunia ini dan saya tidak memberikan penghormatan terakhir saya, rasa-rasanya kok ya tidak benar. Untuk kondisi saya saat ini memang rada berat untuk pulang kampung menggunakan pesawat terbang. Tapi jelas itu tak sebanding dengan apa yang diberikan oleh kakek saya semasa hidupnya untuk saya. 

Menggunakan pesawat terbang untuk pulang, tak lantas melancarkan niat saya untuk melihat kakek dikebumikan. Senin pagi itu cuaca memang mendung, tapi awan di atas lebih tidak bersahabat yang menyebabkan delay. Saya semakin tidak tenang, khawatir ketinggalan untuk melihat kakek terakhir kalinya. Toh pada akhirnya saya tidak mampu menentang alam dan kehendak Allah SWT. Delay pesawat menyebabkan saya tiba di Solo pukul 10 lewat. Sehingga tidak akan terkejar lagi untuk mengikuti pemakaman. Pakde saya dengan berat hati memberitahu saya kalau saya 'ditinggal'. Saya ikhlas saja.

Dari hari sebelumnya keinginan saya untuk pulang memang sangat kuat tapi pada saat yang bersamaan saya tidak tahu apakah saya akan sekuat itu melihat kakek. Saya sudah membayangkan betapa berat melepas kepergian beliau nantinya kalau saya tiba tepat waktu. Akhirnya, Allah dan kakek memberikan cintanya lagi dengan membuat saya 'terlambat'. Bukannya saya senang tapi entah kenapa saya lega. Harus saya yakini bahwa ini kondisi yang paling baik bagi saya walaupun usaha saya untuk pulang begitu keras. Saya tidak boleh menyesalinya. Justru, saya bersyukur akan hal ini, saya menganggap ini sebagai cinta kakek saya untuk terakhir kalinya melalui kuasa Allah. Untuk membiarkan saya terlambat. Sehingga di ingatan terakhir saya adalah kenangan baik berupa doa restu dari beliau terkait beasiswa S2 saya. 

Saya juga bersyukur bahwasanya banyak orang yang mencintai kakek saya dengan memberikan penghormatan terakhirnya. Saya harus belajar menjadi seperti beliau yang memiliki hubungan yang baik dengan orang banyak.

Kakek saya memang hebat. Di hari terakhirnya masih memberikan pelajaran yang berharga bagi saya. Terima kasih kakek. Semoga Allah menerimamu di sisi terbaikNya. Aamiin..

Sunday, January 26, 2014

Week IV: Menyukuri Cinta Tulus Yang Tak Akan Pernah Hilang - Selamat Jalan Mbah Kakung

Sore tadi rasa-rasanya menjadi perjalanan mengendarai sepeda motor yang pernah saya alami. Sekian banyak menit saya lewati tapi saya tak kunjung sampai di rumah. Sebenarnya mungkin waktu tempuh Depok-Pondok Gede sama seperti lazimnya saya lewati. Atau sebenarnya malah lebih cepat, karena memang saya berusaha ngebut untuk segera sampai rumah. Entahlah, saya pun akhirnya tak mengonfirmasi berapa lama waktu yang saya habiskan. Pun juga tak begitu fokus di jalanan. Otak saya hanya ingin mencari-cari memori dengan kakek saya. Semenjak berita kepergian beliau beberapa jam sebelumnya, kendali atas pemikiran saya sedikit lepas.

Dibandingkan dengan Bapak, hari-hari saya dengan Mbah Kakung jauh lebih banyak. Bahkan kalau dihitung sampai saat ini. Saya tidak tahu apakah beliau keberatan merawat saya selama duduk di bangku SD. Padahal seingat saya seringkali saya meminta ini-itu kepada beliau. Kalau ingin tahu bagaimana cara saya tersenyum ketika berbicara kepada orang, bahkan kepada cucunya, ya saya belajar dari beliau. Selalu saja begitu, ketika saya meminta apapun, beliau selalu tersenyum dan menyanggupinya.

Saya bukan anak yang pandai membuat banyak hal seperti halnya teman-teman saya. Dan kepada beliau lah saya meminta segalanya dari hal-hal untuk kegiatan sekolah sampai hal-hal sepele agar saya bisa bermain dengan teman-teman saya. Sekali waktu ratusan sunduk bambu beliau buatkan dengan telaten untuk latihan belajar mengajar di sekolah. Di waktu lain, tongkat pramuka dan pasak tenda dibuatkan dengan sangat bagus, jauh lebih bagus dari punya teman-teman saya. Mbah Kakung memang terampil membuat kerajinan seperti ini. Tapi tetap saja tidak menurun ke saya. Saat teman-teman saya sudah bisa membuat sendiri walesan (joran pancing), beliau membuatkan satu untuk saya sehingga bisa ikut memancing. Saya ingat betul joran pancingnya bagus sekali sampai-sampai sayang untuk dipakai. Begitu pun alat-alat permainan lain seperti oslok (semacam pistol dari bambu), egrang, dan lain sebagainya. Beliau membuatkannya karena cucunya ini tidak pandai untuk membuat hal-hal semacam tadi. Agar saya tetap bisa bermain dengan teman-teman yang lain. Tapi, walaupun hanya untuk bermain tetap saja dibuatkan dengan kualitas bagus. Beliau selalu membuatnya dengan sepenuh hati agar dapat memberi yang terbaik untuk cucunya tak peduli apa peruntukkannya.

Pagi-pagi sekali saat Mbok'e ke pasar menjual dagangan, Mbah Kakung selalu siap sedia menyiapkan sarapan dan memanaskan air hangat untuk saya mandi nanti. Jadi, sedari pagi sudah sibuk di depan tungku untuk menyiapkan sekolah saya. Begitu saja terus menjadi rutinitas beliau. Tidak segan berurusan dengan dapur sedikitpun saat berurusan dengan kepentingan cucu-cucunya. Bahkan sempat juga menambahkan tumbuh-tumbuhan saat kaki saya penuh koreng yang perlu disembuhkan. Tidak bosan-bosan melakukan rutininas itu agar cucunya juga semangat bersekolah.

Kalau soal makanan, lagi-lagi beliau lebih mementingkan cucunya. Sekiranya ada makanan enak beliau tidak rela memakannya. Makanan tersebut akan disisihkan untuk cucu-cucunya yang akan atau diharapkan datang. Biskuit, roti, lauk ayam, lauk daging adalah makanan-makanan yang termasuk mewah di kampung sana. Dan itu disisihkan oleh beliau untuk cucu-cucunya. Malahan sampai kami-cucu-cucunya sudah beranjak besar, tetap saja beliau bersikap demikian. Bisa jadi juga makanan-makanan yang disisihkan tersebut menjadi jamuran dan membusuk.

Jika mundur beberapa tahun ke belakang sebelum itu, saya masih ingat digendong dalam buaiannya. Walaupun tidak begitu jelas, seringkali saat saya mengunjungi beliau, beliau nembang untuk menenangkan atau menidurkan saya. Saat pagi-pagi sambil berjalan-jalan di halaman rumah, beliau sabar menggendong saya berkeliling kesana kemari.

Sepanjang perjalanan tadi memori-memori itu yang menyesaki kepala saya. Yang membuat saya tak lagi fokus dalam perjalanan pulang. Dan, menyadari bahwa begitulah adanya kalau cinta ditunjukkan melalui perbuatan. Saya tak ingat banyak nasihat-nasihat beliau karena mungkin bukan begitu cara beliau menyampaikan cinta ke cucunya. Saya akan ingat betul cara tersenyumnya, terampilnya membuat hal-hal terbaik untuk cucunya, ikhlasnya terjun dalam rutinitas demi saya. Saya akan ingat betul sedikit kata-kata doa dan harapan agar saya selalu dilindungi Allah dimanapun, dikabulkan keinginan saya, dan berguna bagi siapapun dan dimanapun. Saya akan ingat betul wujud cinta terakhirnya sampai beberapa hari yang lalu, cinta beliau masih ditunjukkan dengan mengizinkan saya kembali ke Jakarta dengan lega untuk menjalani proses beasiswa. Sehingga saya menjalaninya dengan tenang hingga selesai. Dan saat selesai seperti sekarang ini, saya harus kembali untuk mengantarkan beliau ke tempat terbaik di sisiNya. Saya akan membalas dengan sedikit cinta dan semoga bukan dengan duka. Seperti halnya perwujudan cinta-cinta yang beliau ajarkan ke dalam hidup saya. Selamat jalan Mbah Kakung,,,Saya bersyukur atas cinta yang engkau ajarkan.

Thursday, January 16, 2014

Week III: Indonesia Kembali Berduka Oleh Bencana

Awal minggu ini awan duka menyelimuti bumi Indonesia. Di beberapa tempat musibah sedang menghampiri saudara-saudara kita. Ada banjir di Jakarta, banjir di  Manado dan gunung meletus di Sumatera bagian utara sana. Itu baru bencana dengan skala yang besar. Banjir atau tanah longsor juga terjadi di tempat-tempat lain di saat musim hujan seperti ini.

Hari Minggu yang lalu  kawasan Jakarta dan sekitarnya memang diguyur hujan deras, seharian. Saya saja yang sedang berkunjung ke rumah teman terjebak seharian penuh di rumahnya. Tidak enak juga berlama-lama di sana. Tapi ya mau bagaimana lagi. Kalau sudah hujan sampai segitunya Jakarta berpotensi banjir. Dan benar saja, keesokan harinya di layar kaca memberitakan soal banjir ini.

Tapi, di sela-sela berita banjir ada pula berita perkembangan Gunung Sinabung. Sayangnya bukan berita baik melainkan kondisinya semakin parah. Padahal sudah beberapa bulan ini aktivitas gunung itu kurang bersahabat. Sampai sekarang kondisinya juga tak kunjung membaik. 

Musibah banjir juga melanda tanah Sulawesi tepatnya di daerah Manado. Berbeda dengan banjir yang ada di Jakarta, musibah banjir di sana  adalah banjir bandang. Kebayang kan betapa mengerikannya banjir dengan arus air yang deras? Sudah begitu kedalamannya juga tidak main-main. Hari ini bahkan saya dengar ada korban jiwa yang meninggal. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.

Well, cukuplah saya menyampaikan daftar kabar duka tersebut Di sini saya harus mencatat apa rasa syukur saya. Bukan, bukan saya bersyukur atas penderitaan yang diterima oleh saudara-saudara kita lantaran musibah tersebut. Jahat sekali kalau sampai ke pemikiran itu, ya iyalah ya. Tapi, saya bersyukur atas kondisi saya dibandingkan dengan kondisi mereka yang sedang ditimpa musibah tadi. Dan hal ini mengingatkan saya akan kondisi tahun lalu yang menjadi salah satu titik balik saya.

Tahun lalu, layaknya tahun ini, bencana banjir juga melanda Jakarta. Beritanya juga berada dimana-mana karena dampaknya tidak kalah memprihatinkan. Bahkan lebih parah karena. Dari berita itu, yang saya dapati bukan lagi 'sekedar' berita yang ditonton dan merasa kasihan. Jujur saya sebelumnya 'hanya' merasa seperti itu. Ya sampai tahun lalu itu yang benar-benar rasanya merasuk di dalam hati. Mendapati diri saya tidak terkena musibah itu rasa syukur atas nikmat itu jauh lebih terasa daripada sebelumnya. Sekarang pun demikian. Allah masih dengan baik hati tidak memberikan musibah itu kepada saya.

Mendapati rasa syukur yang seperti ini meningkatkan kesadaran empati lagi. Orang-orang yang tidak menjadi korban banjir itu jauh lebih beruntung daripada yang menjadi korban kan? Waktu itu saya membayangkan sendiri bahwa kondisi yang benar-benar buruk. Saya membayangkan kalau saya di posisi korban banjir pasti akan kedinginan karena hujan terus menerus. Tidak ada selimut  atau baju ganti karena semuanya tertinggal di rumah yang sedang kebanjiran. Nanti bisa saja jatuh sakit. Apalagi yang lebih menyedihkan kalau membayangkan anak-anak kecil yang jauh lebih lemah. Hanya kepikiran itu saja, bukan makanan, bukan uang, bukan tempat tinggal. Dan semakin sulit dibayangkan lagi kalau mengalaminya langsung.

Nah kalau sudah merasa sampai titik itu tentu hati kita tergerak untuk membantu mereka. Apapun sajalah motifnya. Bisa jadi 'membayar' kebaikan Allah karena tidak ikut-ikutan tertimpa musibah. Atau benar-benar berempati dengan kondisi yang mereka hadapi. Atau karena menempatkan mereka sebagai saudara kita yang harus dibantu karena kedekatan emosinya. Apapun itu, pada akhirnya kan membantu mereka juga.

Tentu sangat boleh mendapat hikmah 'sebatas' rasa syukur seperti yang saya sadari tahun lalu. Menurut saya pun itu sangat jauh lebih baik dibanding dengan sekedar menonton berita tanpa ada rasa syukur yang meresap di dalam hati. Tapi alangkah baiknya kalo kemampuan berlebih yang kita miliki digunakan untuk membantu meringankan beban saudara kita. Silakan saja membantu. Semampunya saja asal ikhlas, sedikit uang jajan, sedikit makanan atau pakaian-pakaian yang sudah tidak dipakai, akan jauh memberikan manfaat yang lebih banyak bagi mereka. Percaya deh, berbagi itu membahagiakan. 

Monday, January 13, 2014

Week II: Antara Pekerjaan, Kuliah dan Beasiswa

Baru saja memasuki minggu kedua di tahun ini, bagi saya ini akan menjadi salah satu minggu terbaik dalam tahun ini. Minggu ini ada info progress dua pekerjaan, dua beasiswa dan satu pendaftaran kuliah. Okelah kalau pekerjaan mungkin bisa dianggap biasa saja karena masih dalam tahap awal sekali. Tapi, untuk ukuran diri saya yang sudah menganggur sekian banyak bulan, rasa-rasanya seperti menemukan air di padang gurun (halah). Sedangkan untuk beasiswa lebih kepada harap-harap cemas. Melanjutkan prosesnya itu lho, seperti ingin senang kegirangan tapi khawatir kecewa pada akhirnya tidak mendapatkannya. Yang terakhir dan yang paling menggembirakan adalah saya mendapatkan info kalau saya (sepertinya) diterima di salah satu universitas di Belanda (belum official dari kampus baru decision dari faculty). Seperti tidak percaya!

Alhamdulillah ya Allah!!!


PS: Latepost karena kemaren kebanjiran :D

Tuesday, January 7, 2014

Week II : Meletakkan Langkah di Beasiswa Total 2014

Kalau dipikir-pikir memang agak lebay ketika saya segitunya berusaha mendapatkan beasiswa master ke luar negeri. Saya memilih untuk berhenti dari bekerja dan berusaha keras untuk mendapatkannya. Sampai di bulan baru dan tahun baru ini pun, sudah banyak hitungan bulan saya berpredikat pengangguran. Bukan hal mudah pastinya, malahan saya berani bilang ini adalah hal yang sangat sulit. However, I won't let down my spirit dan bersikeras mengusahakan berbagai jalan untuk meraih mimpi saya, kuliah S2 di luar negri.

Salah satu yang saya usahakan adalah Beasiswa Total untuk ke Perancis. Dua hari ini, senin dan selasa, ternyata saya mendapatkan kesempatan untuk mengikuti proses seleksinya. Ini jelas sangat di luar ekspektasi saya. Setelah ini pun saya lanjut ke tahap selanjutnya. Harus saya syukuri bukan?

Apalagi kalau mengingat perjuangannya juga lumayan. Saya mengetahui info beasiswa ini H-3 sebelum pendaftaran ditutup. Saat saya terburu-buru mengambil formulir di kampus, saya sempat kecelakaan motor sampai-sampai lukanya bertahan sampai berhari-hari. Belum lagi dalam waktu tiga hari itu harus menyiapkan semua dokumennya. TOEFL pun saya ganti dengan IELTS karena hanya itu yang saya punya. Padahal saya tidak konfirmasi terlebih dulu apakah boleh atau tidak. 

Awalnya memang saya kurang begitu tertarik dengan beasiswa ini. Sedari awal saya memang rada menghindari kuliah di Prancis. Eksplorasi saya belum begitu matang. Terlebih lagi kendala bahasanya. Saat saya tahu info ini pun saya tidak langsung pergi ke kampus. Saya benar-benar mempertanyakan diri saya, apakah ini benar-benar yang saya inginkan dan mampu melaluinya. Tapi pada akhirnya saya menyadari bahwa ini petunjuk Allah. Well, maksud saya, sebenarnya saya tidak benar-benar mengetahui apakah ini petunjuk-Nya atau bukan. Tapi ketika rasa yang menguat adalah rasa percaya saya bahwa memang ini petunjuk dari Allah kenapa pula tidak saya ambil. It's not bad thing either, isn't it? Jadi ya lanjut saja. Boleh jadi Allah juga sedang menguji kesungguhan saya. Jadilah saya memutuskan untuk mengambilnya. Walaupun, jalan ke depannya nanti masih jauh panjang. Harus eksplorasi kampus lagi. Harus belajar bahasanya lagi. Dan harus memantapkan diri untuk mengambil pilihan ini (kalau lolos lho ya,hehe)

Dan ketika prosesnya sudah sampai setengah jalan seperti ini, ya memang harus bersyukur bukan. Akhirnya nanti waktu juga yang menjawab apakah ini rejeki saya atau bukan. Apakah feeling saya kalau ini merupakan petunjuk atau bukan, akan terjawab juga pada akhirnya nanti. Yang pasti saya harus berusaha semaksimal mungkin. Jelas itu yang ingin Allah lihat dari saya, seberapa besar kesungguhan saya. Kalau toh pada akhirnya memang belum rejeki saya ada pelajaran yang bisa saya ambil bukan. Pengalaman kan katanya guru yang paling baik. Tapi, saya akan buang jauh-jauh dulu prasangka buruk saya tadi itu. Akan saya usahakan yang terbaik sampai akhir. Dan semoga usahanya tidak sia-sia. Aamiin.


Sunday, January 5, 2014

Week I : Memanfaatkan Waktu Luang - Misi 14 Hari

Hari ini merupakan hari terakhir Misi 14 Hari ( lebih lengkapnya di sini, ada juga update kegiatannya perhari). Jadi saya tidak akan membahas acaranya seperti apa tetapi lebih kepada yang saya dapatkan dan musti saya syukuri. Sudah dari jauh hari saya merencanakan harus menyukuri keterlibatan saya ini dan memasukkannya dalam blog ini.

Dua minggu penuh saya terlibat dalam kegiatan ini. Jelas banyak hal yang bisa diambil pelajaran. Saya belajar banyak tentang dunia anak-anak. Saya turut larut dalam keceriaan mereka. Pikiran saya akan kondisi belum mendapatkan pekerjaan selama delapan bulan ini teralihkan dengan keceriaan itu pula. Saya pun memperoleh teman-teman baru yang hebat-hebat. Terlalu banyak kebaikan untuk diri saya yang saya peroleh selama dua minggu ini.

Mungkin seringkali kita mendengar quote ' sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain', terutama bagi yang beragama muslim. Nilai itu yang sepertinya sedang dibangun oleh pribadi saya. Ketika ada kesempatan untuk bermanfaat orang lain belakangan ini saya ingin terlibat didalamnya, lebih dari sebelumnya. Atau mungkin juga ada yang bilang 'bahagia ketika melihat orang lain bahagia'. Melihat orang lain bahagia pun sudah bisa membuat bahagia apalagi membuat orang lain bahagia. Ini bisa jadi satu tips bagi yang sedang mencari kebahagiaan. Coba saja membuat orang lain bahagia, kebahagiaan akan langsung mengisi diri kita saat kita membuat orang lain bahagia. Jadi jangan melulu mencari kebahagiaan dari materi. Siapa sih yang hidupnya tidak mau bahagia? Saya rasa semua orang mau. Tapi kalau ditanya siapa yang mau melakukan hal demi kebahagiaan orang lain? Saya khawatir hanya sedikit orang yang mau melakukannya. Silakan dicoba deh. Saat membuat orang lain bahagia apalagi kita ikut bahagia di dalamnya, kebahagiaannya berlipat kan?

Satu hal lagi, seringkali orang-orang menyesal atas waktu yang dimiliki karena tidak memanfaatkannya dengan baik. ' The days are long but the years are short ' menurut Gretchen Rubin. Tapi siapa pula yang akan menyesali hari-harinya dihabiskan untuk kegiatan bermanfaat? Itulah kenapa saya langsung mengiyakan ketika ditawari terlibat dalam project ini. Saya menyadari betul bahwa Allah sedang mengajari saya untuk mengatur waktu saya. Satu contoh misalnya, saya harus bangun pagi-pagi untuk menghadiri acara hariannya. Tidak ada yang menyangkal kebaikan bangun pagi bukan? Saya harus dipaksa memperbaiki jam biologis saya. Memang menjadi masalah tersendiri bagi pengangguran soal jam biologis ini. Apapun bawaannya malas melulu. Ini pelajaran penting. I need to keep this up! But most importantly, membiasakan diri terlibat di hal-hal baik saat waktu luang akan melatih diri untuk selalu menjadi baik. Itu sebenarnya tujuan saya. Walaupun kadangkala ada rasa kecewa atas keadaan yang mungkin terlihat kurang baik, saya harus tetap pada pada hal-hal baik dan percaya bahwa pada akhirnya hal baik pula yang akan saya terima nantinya. Ya,  saya harus percaya hal itu!

Terakhir, saya sepertinya saya harus berterima kasih kepada teman-teman baru saya dan adik-adik yang memberikan banyak pelajaran selama dua minggu ini. Benar-benar pengalaman yang luar biasa. I am gonna miss it! Tawa kita, becandaan kita, riuh-ramai kita semua! :) 


Friday, January 3, 2014

Gratitude Notebook Ini Tentang Apa?

Tanggal 14 Desember 2013 malam, keinginan saya untuk membuat blog ini semakin bulat. Blog tentang apa sih sebenarnya? Saya mau menantang diri saya untuk selalu bersyukur atas apapun, ya apapun. Saya harus menemukan hal yang harus saya syukuri dari apa yang saya lewati. Inilah resolusi saya di tahun 2014 ini. Saya harus menuliskan setidaknya satu hal setiap minggunya.

Awalnya dari apa? "Idle time is poisonous"-salah satu quote yang pernah saya dengar. Di saat saya belum memperoleh pekerjaan dan banyak waktu luang seperti ini, saya sadar saya tidak boleh terlena. Ini sudah sejak lama. Keinginan kuat untuk menulis  tidaklah cukup untuk mengalahkan rasa malas. Terinspirasi juga dari buku Happiness Project oleh Gretchen Rubin, saya harus mendisiplinkan diri saya. Menurut Rubin, " Sometimes to be happy is to take control of your life". Kondisi saya saat ini memang bisa dibilang bukan hal yang baik. But I must see it 'differently'. Be grateful for what I have had. Be happy for what I living now. No regret!

And you know what? Sudah ada hal yang bisa saya syukuri ketika saya menantang diri saya ini. I love to write dan saya akan semakin mengasah kemampuan saya, melatih fokus diri saya dan mengisi waktu luang saya dengan pemikiran atau setidaknya hal yang positif instead of doing nothing.

Kemudian bagaimana? Simpel saja. Saya akan menantang diri saya untuk menuliskan hal yang bisa saya syukuri nikmat, kejadian atau bahkan sekedar pemikiran akan saya tuliskan disini. Ketika saya ditarik kembali mengingat nikmat masa lalu pun bisa jadi akan saya tulis. Dalam satu minggu minimal ada satu hal yang saya tuliskan. Kalau lebih itu bonus. Itulah resolusi saya tahun ini! Resolusi ya bukan pencapaian, sesuatu yang harus dijaga kualitasnya sebaik mungkin bukan hanya mencoret daftar yang harus dilakukan, which people usually mistaken about it.

Intinya apa? Adalah tentang menyukuri apapun yang terjadi pada diri kita. Salah satu kunci kebahagiaan hidup adalah penerimaan atas apa yang kita dapat dan menyukurinya walaupun itu hal buruk. Saya harap hal ini menstimulus otak saya untuk selalu berpikir hal positif bahkan saat kejadian negatif sekalipun. Living life is about perspective. Jika melihatnya dengan baik, hidup kita akan menjadi baik. Well, kita buktikan nanti. Yang pasti saya yakin bahwa melihatnya dengan cara negatif tidak juga memberikan kebaikan untuk diri kita.

Okay, Challenge accepted!

Tahun 2014, be nice with me!