Sore tadi rasa-rasanya menjadi perjalanan mengendarai sepeda motor yang pernah saya alami. Sekian banyak menit saya lewati tapi saya tak kunjung sampai di rumah. Sebenarnya mungkin waktu tempuh Depok-Pondok Gede sama seperti lazimnya saya lewati. Atau sebenarnya malah lebih cepat, karena memang saya berusaha ngebut untuk segera sampai rumah. Entahlah, saya pun akhirnya tak mengonfirmasi berapa lama waktu yang saya habiskan. Pun juga tak begitu fokus di jalanan. Otak saya hanya ingin mencari-cari memori dengan kakek saya. Semenjak berita kepergian beliau beberapa jam sebelumnya, kendali atas pemikiran saya sedikit lepas.
Dibandingkan dengan Bapak, hari-hari saya dengan Mbah Kakung jauh lebih banyak. Bahkan kalau dihitung sampai saat ini. Saya tidak tahu apakah beliau keberatan merawat saya selama duduk di bangku SD. Padahal seingat saya seringkali saya meminta ini-itu kepada beliau. Kalau ingin tahu bagaimana cara saya tersenyum ketika berbicara kepada orang, bahkan kepada cucunya, ya saya belajar dari beliau. Selalu saja begitu, ketika saya meminta apapun, beliau selalu tersenyum dan menyanggupinya.
Saya bukan anak yang pandai membuat banyak hal seperti halnya teman-teman saya. Dan kepada beliau lah saya meminta segalanya dari hal-hal untuk kegiatan sekolah sampai hal-hal sepele agar saya bisa bermain dengan teman-teman saya. Sekali waktu ratusan sunduk bambu beliau buatkan dengan telaten untuk latihan belajar mengajar di sekolah. Di waktu lain, tongkat pramuka dan pasak tenda dibuatkan dengan sangat bagus, jauh lebih bagus dari punya teman-teman saya. Mbah Kakung memang terampil membuat kerajinan seperti ini. Tapi tetap saja tidak menurun ke saya. Saat teman-teman saya sudah bisa membuat sendiri walesan (joran pancing), beliau membuatkan satu untuk saya sehingga bisa ikut memancing. Saya ingat betul joran pancingnya bagus sekali sampai-sampai sayang untuk dipakai. Begitu pun alat-alat permainan lain seperti oslok (semacam pistol dari bambu), egrang, dan lain sebagainya. Beliau membuatkannya karena cucunya ini tidak pandai untuk membuat hal-hal semacam tadi. Agar saya tetap bisa bermain dengan teman-teman yang lain. Tapi, walaupun hanya untuk bermain tetap saja dibuatkan dengan kualitas bagus. Beliau selalu membuatnya dengan sepenuh hati agar dapat memberi yang terbaik untuk cucunya tak peduli apa peruntukkannya.
Pagi-pagi sekali saat Mbok'e ke pasar menjual dagangan, Mbah Kakung selalu siap sedia menyiapkan sarapan dan memanaskan air hangat untuk saya mandi nanti. Jadi, sedari pagi sudah sibuk di depan tungku untuk menyiapkan sekolah saya. Begitu saja terus menjadi rutinitas beliau. Tidak segan berurusan dengan dapur sedikitpun saat berurusan dengan kepentingan cucu-cucunya. Bahkan sempat juga menambahkan tumbuh-tumbuhan saat kaki saya penuh koreng yang perlu disembuhkan. Tidak bosan-bosan melakukan rutininas itu agar cucunya juga semangat bersekolah.
Kalau soal makanan, lagi-lagi beliau lebih mementingkan cucunya. Sekiranya ada makanan enak beliau tidak rela memakannya. Makanan tersebut akan disisihkan untuk cucu-cucunya yang akan atau diharapkan datang. Biskuit, roti, lauk ayam, lauk daging adalah makanan-makanan yang termasuk mewah di kampung sana. Dan itu disisihkan oleh beliau untuk cucu-cucunya. Malahan sampai kami-cucu-cucunya sudah beranjak besar, tetap saja beliau bersikap demikian. Bisa jadi juga makanan-makanan yang disisihkan tersebut menjadi jamuran dan membusuk.
Jika mundur beberapa tahun ke belakang sebelum itu, saya masih ingat digendong dalam buaiannya. Walaupun tidak begitu jelas, seringkali saat saya mengunjungi beliau, beliau nembang untuk menenangkan atau menidurkan saya. Saat pagi-pagi sambil berjalan-jalan di halaman rumah, beliau sabar menggendong saya berkeliling kesana kemari.
Sepanjang perjalanan tadi memori-memori itu yang menyesaki kepala saya. Yang membuat saya tak lagi fokus dalam perjalanan pulang. Dan, menyadari bahwa begitulah adanya kalau cinta ditunjukkan melalui perbuatan. Saya tak ingat banyak nasihat-nasihat beliau karena mungkin bukan begitu cara beliau menyampaikan cinta ke cucunya. Saya akan ingat betul cara tersenyumnya, terampilnya membuat hal-hal terbaik untuk cucunya, ikhlasnya terjun dalam rutinitas demi saya. Saya akan ingat betul sedikit kata-kata doa dan harapan agar saya selalu dilindungi Allah dimanapun, dikabulkan keinginan saya, dan berguna bagi siapapun dan dimanapun. Saya akan ingat betul wujud cinta terakhirnya sampai beberapa hari yang lalu, cinta beliau masih ditunjukkan dengan mengizinkan saya kembali ke Jakarta dengan lega untuk menjalani proses beasiswa. Sehingga saya menjalaninya dengan tenang hingga selesai. Dan saat selesai seperti sekarang ini, saya harus kembali untuk mengantarkan beliau ke tempat terbaik di sisiNya. Saya akan membalas dengan sedikit cinta dan semoga bukan dengan duka. Seperti halnya perwujudan cinta-cinta yang beliau ajarkan ke dalam hidup saya. Selamat jalan Mbah Kakung,,,Saya bersyukur atas cinta yang engkau ajarkan.